etalasekediri

Blog Wisata Budaya dan kuliner

Landasan Keilmuan Kearifan Lokal

Author
Published Agustus 07, 2024
Landasan Keilmuan Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang berlandaskan pada nilai-nilai budaya setempat. Kearifan lokal dapat dirasakan melalui kehidupan sehari-hari masyarakat karena endapan dari kearifan lokal adalah tradisi. Kearifan lokal dapat menjadi energi potensial untuk mengembangkan lingkungannya menjadi lebih beradab. Kearifan lokal merupakan hasil dari respon bersama terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya.



Menurut UU Nomor 4 Tahun 1982 yang disebut lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup yang termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. 1. Mencermati Undang-undang di atas, mengisyaratkan bahwa manusia menjadi posisi yang sangat penting dan strategis. Manusia menjadi kunci perubahan dalam lingkungannya karena manusia dan perilakunya mampu mempengaruhi kelangsungan hidup seluruh makhluk yang ada. Akan tetapi, melalui lingkungannya pula tingkah-laku manusia ditentukan sehingga sebenarnya ada hubungan timbal balik yang seimbang antara manusia dengan lingkungannya.


Hubungan yang seimbang antara keduanya akan mampu menyajikan kehidupan harmonis yang mempersyaratkan semua yang menjadi bagian lingkungan untuk tidak saling merusak. Sesungguhnya manusia dan lingkungannya adalah gambaran sistem kehidupan sempurna yang pada dasarnya untuk kepentingan manusia itu sendiri. 2. Manusia membutuhkan tumbuhan untuk kelangsungan hidup karena tumbuhan menjadi penghasil oksigen tetap sepanjang masa. Dengan tumbuhan-tumbuhan manusia makan dan minum karena pada tumbuhan ini udara tersimpan sempurna di dalam tanah dan manusia dapat menggunakan tumbuhan itu secara langsung. Oleh karena itu, agar harmonisasi kehidupan ini tercipta dan tetap terjaga, kita harus bersimpati dan berperilaku arif terhadap lingkungan.


Kearifan terhadap lingkungan dapat dilihat dari bagaimana perlakuan kita terhadap benda-benda, tumbuhan, hewan, dan apapun yang ada di sekitar kita. Perlakuan ini melibatkan penggunaan akal budi kita sehingga dari perlakuan-perlakuan tersebut dapat tergambar hasil dari aktivitas budi kita. Akumulasi dari hasil aktivitas budi dalam menyikapi dan memperlakukan lingkungan disebut pengetahuan lokal atau biasa disebut kearifan lokal. Kearifan lokal ini menggambarkan cara bertindak dan bertindak kita untuk merespons perubahan-perubahan yang khas dalam lingkup lingkungan fisik maupun budaya.


Pada masa kini kearifan lokal menjadi kecenderungan umum masyarakat Indonesia yang telah menerima otonomi daerah sebagai pilihan politik terbaik. Membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan menjadi sangat bermakna bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi terbaik. Selama ini, kearifan lokal tiarap bersama kepentingan pembangunan yang bersifat sentralistik dan top down. 3. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk menggali lebih banyak kearifan-kearifan lokal sebagai alat atau cara mendorong pembangunan daerah sesuai daya dukung daerah dalam menyelesaikan masalah-masalah daerahnya secara maksimal.


Namun demikian, tidak sedikit kalangan yang memasukkan relevansi kearifan lokal di tengah-tengah perjuangan umat manusia yang menatap globalisasi. Apakah kearifan lokal merupakan sistem pengetahuan manusia itu logis atau sekedar mitos? Apakah kearifan lokal itu benar-benar berpijak pada realitas empiris atau sekadar spekulasi orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu? Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan di atas dengan pendekatan yang relevan.


Kearifan Lokal: Fungsi dan Wujudnya

Kearifan lokal atau sering disebut kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bertindak terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana kebijaksanaan dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikiran dalam bertindak atau pikiran sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah kebijaksanaan diartikan sebagai "kearifan/kebijaksanaan".


Lokal secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut setting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan tatap muka dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan yang sudah terbentuk secara langsung akan menghasilkan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan perilaku mereka.


Kearifan Lokal Tidak Sekadar sebagai Acuan Tingkah Laku

Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. 4. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekedar sebagai acuan perilaku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.


Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam perilaku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika Geertz mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. 5. Tato Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan, kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya.


Wujud Kearifan Lokal

Teezzi, Marchettini, dan Rosini mengatakan bahwa akhir dari sedimentasi kearifan lokal ini akan mewujud menjadi tradisi atau agama. 6. Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya diwujudkan dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan diterapkan dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.


Proses sedimentasi ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Teezzi, Marchettini, dan Rosini mengatakan bahwa kemunculan kearifan lokal dalam masyarakat merupakan hasil dari proses trial and error dari berbagai macam pengetahuan empiris maupun non-empiris atau yang estetik maupun intuisi. 7. Kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut, misalnya alon-alon asal klakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e (masyarakat pesantren), dan sebagainya.


Kearifan Lokal sebagai Fenomena Keilmuan

Analisis Metodologis: Analogi dengan Psikologi Indigenous

Kearifan lokal merupakan usaha untuk menemukan kebenaran yang didasarkan pada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat tertentu. Definisi ini bisa jadi setara dengan definisi mengenai psikologi pribumi yang didefinisikan sebagai usaha ilmiah mengenai perilaku-laku atau pikiran manusia yang asli (native) yang tidak ditransformasikan dari luar dan didesain untuk orang dalam budaya tersebut. Hasil akhir dari psikologi pribumi adalah pengetahuan yang menggambarkan tentang kearifan lokal, yaitu gambaran mengenai sikap atau tingkah laku yang mencerminkan budaya asli.



Secara metodologis, pembentukan psikologi pribumi masih menggunakan metode-metode ilmiah yang lazim dipakai sampai saat ini dengan mengontekstualisasikan teori-teori yang ada dengan kecenderungan-kecenderungan lokal yang berkembang. Pada tahap ini, operasionalisasi teori-teori yang ada dikembangkan atau dimodifikasi menurut karakter-karakter masyarakat dan kepentingan lokal. Hal ini penting untuk dipahami karena ketika berbicara tentang keilmuan kita tidak bisa lepas dari teori-teori Barat yang secara faktual telah mengembangkan tradisi ilmiah lebih awal. Oleh karena itu, sebagai usaha awal masih perlu menggunakan teori-teori Barat sebagai pendekatan.


Selanjutnya, titik berat metodologi penelitian tidak lagi kuantitatif murni, tetapi lebih mengarah pada penelitian kualitatif atau kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena landasan teori belum dimiliki dalam khazanah kearifan lokal, maka melalui teori-teori Barat kemudian dilakukan pendalaman-pendalaman. Pendalaman ini mengacu dan mengikuti gerak dan kepentingan masyarakat setempat. Ciri pendalaman ini menjadi karakteristik utama dalam penelitian kualitatif. Melalui pendalaman-pendalaman dapat diangkat khazanah keilmuan dari kearifan-kearifan lokal yang berkembang dan bersifat ilmiah.


Analisis Aras Individu: Sistem Kognisi Kita

Untuk memahami bagaimana kearifan lokal berkembang dan tetap bertahan, maka perlu pemahaman dasar mengenai proses-proses kejiwaan yang membangun dan mempertahankannya. Proses-proses itu meliputi pemilihan perhatian (selective perhatian), penilaian (appraisal), pembentukan dan kategorisasi konsep (pembentukan konsep dan kategorisasi), atribusi-atribusi (atribusi), emosi, dan ingatan. Ada pun penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses di atas sebagai berikut.


a. Perhatian Selektif

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti selalu dihadapkan dengan banyak stimulus sehingga para ahli jiwa sepakat bahwa semua stimulus tidak mungkin untuk diproses. Oleh karena itu, individu dalam menghadapi banyaknya stimulus tersebut akan melakukan apa yang disebut sebagai perhatian selektif. Perhatian selektif merupakan proses tempat seseorang melakukan penyaringan terhadap stimulus yang dianggap sesuai atau mampu menyentuh perasaan.10. Oleh karena kapasitas sistem sensasi dan perseptual kita terbatas, maka harus belajar bagaimana caranya membatasi jumlah informasi yang kami terima dan diproses.


Terkait dengan proses pembentukan kearifan lokal, maka proses pemilihan perhatian merupakan mekanisme yang menyediakan kejiwaan untuk membatasi informasi-informasi yang diterima dan diproses. Dalam kehidupan pesantren, terdapat banyak informasi-informasi ajaran-ajaran mengenai tata cara berperilaku santri yang bersumber dari kitab-kitab kuning. Oleh karena kapasitas sistem sensasi dan perseptual kita terbatas, maka kita perlu membatasi informasi-informasi yang masuk dengan menetapkan beberapa informasi untuk kita terima, misalnya santri hanya memilih sikap tawadlu', sederhana, ikhlas, patuh, dan sebagainya.


b. Penilaian

Beberapa simulasi yang telah dipilih secara konstan akan dinilai. Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap stimulus yang dianggap memiliki arti bagi kehidupan seseorang dan mampu menimbulkan reaksi-reaksi emosional. Hasil penilaian ini adalah keputusan yang berupa respon-respon individu, yang oleh Lazarus disebut coping (penyesuaian). 11. Proses ini relevan dengan terbentuknya pengetahuan atau kearifan lokal karena pemilihan terhadap informasi yang masuk lebih banyak tekanan pada pertimbangan berguna bagi kehidupan mereka.


Terkait dengan pembentukan dan berkembangnya kearifan lokal ini, maka proses penilaian ini menyediakan suatu mekanisme kejiwaan di mana kita secara aktif menilai informasi yang masuk dan kita hanya proses yang bermakna bagi kita. Misalnya dalam kehidupan pesantren, seorang santri menilai dari sekian ajaran tentang tingkah-laku, maka yang dianggap bermakna hanya kebersamaan dan kebersamaan.


c. Pembentukan dan Kategorisasi Konsep

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang menghadapi stimulus yang banyak dan tidak mungkin diikuti semuanya. Semua orang, benda-benda, tempat-tempat, kejadian-kejadian, dan aktivitas yang kita alami tidak mungkin dapat diterima dan disajikan oleh pikiran kita dalam sebuah unit yang bebas. 12. Oleh karena itu, melalui mekanisme kejiwaan dibuat gambaran mental yang digunakan untuk menjelaskan benda-benda, tempat-tempat, kejidian-kejadian, dan aktivitas yang kita alami yang kemudian disebut konsep. Melalui konsep-konsep seseorang dapat menyebarkan informasi-informasi, membuat keputusan-keputusan, dan bertindak berdasarkan konsep tersebut.


Kategorisasi adalah proses tempat konsep-konsep psikologis psikologis. Studi mengenai pembentukan kategori-kategori yang melibatkan pengujian bagaimana seseorang mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa, benda-benda, aktivitas-aktivitas ke dalam konsep-konsep. Pembentukan konsep dan kategorisasi memberikan cara untuk mengatur perbedaan dunia di sekitar kita menjadi sejumlah kategori-kategori tertentu. Kategori-kategori tersebut didasarkan pada sifat-sifat tertentu dan objek yang kita rasa atau serupa secara kejiwaan.


Terkait dengan pembentukan dan perkembangan kearifan lokal, maka pada bagian pembentukan konsep dan kategorisasi ini menyediakan kepada kita cara-cara untuk mengorganisasikan perbedaan ajaran-ajaran perilaku-perilaku yang ada di sekitar kita ke dalam sejumlah kategori berdasarkan kepentingan tertentu. Misalnya kepatuhan adalah cara terjebak-laku santri sebagai orang yang akan menuntut ilmu dengan seorang kiai dan kebersamaaan adalah cara terjebak-laku santri sebagai orang yang hidup jauh dari orang tua dan merasa senasib seperjuangan.


d. Atribusi

Satu karakteristik umum dari manusia adalah perasaan perlu menjelaskan sebab-sebab peristiwa dan perilaku yang terjadi. Atribusi yang menjadi satu karakter diri yang menggambarkan proses mental untuk menghubungkan (membuat pertalaian) antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya atau satu perilaku dengan perilaku atau peristiwa lainnya. 13. Attribution ini membantu kita untuk menyesuaikan informasi baru mengenai dunianya dan membantu mengatasi ketidaksesuaian antara cara baru dengan cara lama dalam memahami sesuatu.


Terkait dengan pembentukan dan perkembangan kearifan lokal, maka pada bagian atribusi ini menyediakan fungsi-fungsi penting dalam kehidupan kita untuk mengorganisasikan informasi-informasi yang bermakna bagi kita secara kejiwaan dengan mengontrol antara niat (niat) dengan perilaku. Misalnya, pilihan perilaku patuh santri itu penting bagi seorang yang sedang menuntut ilmu karena kepatuhan santri terhadap kiai akan berimplikasi pada kepatuhan santri terhadap ajaran-ajaran yang disampaikan kiai sehingga muncul kecenderungan (niat) untuk melaksanakan apapun yang diajarkan kiai.


e. Emosi

Emosi adalah motivator yang paling penting dari perilaku kita yang dapat mendorong seseorang untuk lari jika takut dan memukul jika sedang marah. Emosi adalah perangkat penting yang terbaca untuk memberitahukan kepada kita cara untuk menginterpretasikan peristiwa dan situasi di sekitar kita pada saat kita melihatnya.


Terkait dengan pembentukan dan berkembangnya kearifan lokal, maka pada bagian emosi ini menyediakan kepada kita dorongan-dorongan untuk melakukan sesuatu sesuai kebutuhan kita. Misalnya apapun yang diajarkan kiai itu pasti baik dan membawa barokah (kebaikan) sehingga dapat mendorong santri selalu mengamalkan ajaran-ajaran kiai. Kebutuhan mendapatkan barokah dari kiai seolah menjadi motivator bagi santri untuk selalu patuh kepada kiai.


Semua proses kejiwaan di atas, merupakan proses yang saling berinteraksi satu sama lain sehingga dapat dihubungkan rangkaian kejiwaan terbentuknya dan berkembangnya pemahaman tersebut. Kepatuhan sebagai informasi umum menjadi informasi khusus, yaitu terkandungnya sebagai sistem motivator nilai dalam diri santri untuk melakukan aktivitas-aktivitas selama di pesantren. Kepatuhan sebagai bantuk kearifan lokal yang berlaku di pesantren dapat menjadi energi potensial untuk proses transfer dan internalisasi nilai-nilai keislaman melalui kiai sebagai model yang dipatuhi.


Analisis Aras Kelompok: Teori Ekologi Manusia

serupa telah dikemukakan di atas bahwa kearifan lokal mewujud dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang memiliki pemahaman yang sama mengenai sesuatu. Pemahaman bersama mengenai sesuatu itu terbentuk dari proses yang sama pula di mana mereka berinteraksi dalam lingkungan yang sama. Pemahaman yang sama mengenai sesuatu ini dapat terjadi karena pada dasarnya setiap lingkungan pasti memiliki pengaturan tertentu mengenai hubungan-hubungan kelompok ideal mereka. 15. Setting inilah sebenarnya yang menjadi roh dari tingkah-laku masyarakat.


Menurut teori ekologi manusia terdapat hubungan timbal balik antara lingkungan dengan tingkah laku. Lingkungan dapat mempengaruhi tingkah laku atau sebaliknya, tingkah laku juga dapat mempengaruhi lingkungan. Penekanan teori ini adalah adanya setting dalam lingkungan. Lingkungan tersusun atas struktur-struktur yang saling mempengaruhi mana dalam struktur-struktur tersebut terdapat setting-setting tertentu pula.


Satu hal yang menarik dari teori ini adalah pengakuan akan adanya set tingkah-laku (behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor tersendiri dalam sebuah interaksi sosial. Set tingkah-laku yang dimaksud di sini adalah himpunan tingkah-laku kelompok (bukan tingkah-laku individu) yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lingkungan tertentu (fisik milleu). Set tingkah-laku ini muncul sebagai respon dari kondisi lingkungan yang ada, misalnya dalam lingkungan pesantren telah disusun pola interaksi kiai/guru dan santri, kiai adalah model bagi santrinya dan santri harus mengikuti modelnya.


Susunan pola interaksi di atas mampu memunculkan set tingkah-laku santri yang menjadikan kiai sebagai suri tauladannya sehingga segenap ucapannya harus dipatuhi. Jika ada salah seorang dalam kelompok itu tidak mengikuti tingkah laku yang ada, maka terganggulah lingkungan itu. Setiap orang akan membicarakan atau memarahi anak yang tidak mengikuti tingkah laku kelompok tersebut, bahkan anak itu bisa dikeluarkan dari pesantren. Dengan demikian, dengan menggunakan pendekatan teori ekologi manusia dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal muncul sebagai reaksi kelompok terhadap lingkungannya sehingga terjadi keseimbangan hidup dalam kelompok tersebut.


Kearifan lokal merupakan hasil proses dialektika antara individu dengan lingkungannya. Kearifan lokal merupakan respon individu terhadap kondisi lingkungannya. Pada individu aras, kearifan lokal muncul sebagai hasil dari proses kerja kognitif individu sebagai upaya menetapkan pilihan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi mereka. Pada kelompok aras, kearifan lokal merupakan upaya menemukan nilai-nilai bersama sebagai akibat dari pola-pola hubungan (setting) yang telah tersusun dalam sebuah lingkungan.

Posting Komentar

[ADS] Bottom Ads

Copyright © 2024